Second Lead

Surinnari
6 min readMay 23, 2024

--

Song Geonhee as Kim Taesung (Lovely Runner, 2024)

Apalah gue, cuma second lead. Dunia milik mereka, gue cuma ngontrak.

Siapa di sini yang punya second lead syndrome? Gue.

Entah berapa banyak second lead dari suatu serial drama Korea yang nggak berhasil mendapatkan si pemeran utama perempuan yang bikin gue nangis-nangis setiap nonton. Mungkin karena mereka “green flag” karena ditulis sama perempuan juga, jadi memenuhi ekspektasi kita tentang laki-laki hijau neon, makanya gue bisa segitu sedihnya ketika cinta mereka bertepuk sebelah tangan.

Atau mungkin, karena punya pengalaman yang sama?

Bukan kebanggaan. Tapi, sebagai orang yang pernah mengalami hal demikian — kalau di bahasa Korea disebut sebagai “짝사랑” (cinta bertepuk sebelah tangan) — gue memiliki empati besar ke mereka, para pemeran utama sampingan , second lead. Mereka tuh selalu kelihatan ikhlas, tulus, tegar, dan selalu ada untuk si pemeran utama meskipun kehadirannya bukan suatu yang spesial.

Rasanya tiap lihat mereka ini, baik second lead perempuan atau laki-laki yang memiliki sifat di atas itu, gue seperti melihat diri gue beberapa tahun yang lalu.

Gue yang selalu ada buat orang, tapi orang mungkin nggak bisa meluangkan sedikit waktunya buat gue.

Udah gitu nih, ciri khas lain dari setiap second lead yang pernah ada di dunia ini adalah…

Mengamati dari jauh sambil dalam hati sadar kalau bukan dirinya yang dipilih.

Aku tetap pilih kamu kok, Taesung.

Kadang, ketika gue lihat second lead ini, atau sebutlah si second choice, orang yang bukan menjadi pilihan utama melainkan hanya sebuah opsi, atau menjadi orang yang nanti disamperin kalau butuh aja, gue jadi berpikir.. Apakah jangan-jangan gue juga beneran cuma second lead? Apa jangan-jangan orang yang selalu kena second lead syndrome itu juga second lead? Apakah gue dan orang lainnya yang merasakan apa yang dirasakan second lead itu merupakan second choice juga?

Lantas, siapa dong pemeran utamanya?

Sebetulnya, gue rasa kita semua adalah pemeran utama.

Kedengaran sebagai kalimat menenangkan bukan? Tapi itulah adanya. Setidaknya, gue tahu ini setelah nonton drama Korea.

Pernah nonton drama “Extraordinary You” nggak? Di drama itu, Eun Dan Oh selama ini merasa bahwa dia adalah pemeran utamanya. Semua 인기남 atau cowok popular sekolah itu suka sama dia. Geer betul pokoknya.

Tapi, betapa kagetnya dia ketika tahu kalau di “stage” alias cerita yang ditulis oleh penulis yang saat ini sedang dia jalani kisahnya, dia hanya seorang extra semata. Pemeran pendukung. Pemeran utamanya adalah Juda.

Tapi, ketika “stage” ini berubah menjadi suasana yang sebenarnya di mana Dan-oh sepenuhnya sadar dia adalah pemeran utamanya. Dia bebas berekspresi dan mengatur segala hal sesuai keinginannya. Bukan lagi diatur oleh 자까님 — penulis.

Loh, bukannya ini mirip dengan kita ya?

Kita semua adalah pemeran utama di hidup kita. Tapi memang, di hidup orang lain, kita hanya seorang extra. Makanya, jangan lihat hidup orang lain mulu.

Ya ya ya, maaf deh… memang kelihatan mudah kalau diketik. Tapi faktanya, jujur aja, gue pun masih seringkali merasa kalau gue nggak pernah dan entah kapan gitu, akan jadi pemeran utama. Nggak pernah ada mata yang tertuju ke arah gue sembari berkaca-kaca atau tersenyum. Nggak pernah berasa ada yang memilih gue. Selalu orang lain yang dipilih. Teman gue atau siapapun. Anyone but me.

Rasanya, selalu gue yang berdiri dan lihat si pemeran utama dari kejauhan. Seolah ya selama ini, gue hanya pemeran pendukung.

Tapi, ketika gue merenung kembali, gue jadi berpikir kalau gue pasti pernah dan bisa jadi pemeran utama, tapi memang genre ceritanya aja yang bukan romansa komedi. Mungkin penulisnya masih mau nulis tentang slice of life.

Ketika gue punya teman dekat yang amat sangat cantik, pintar, ah pokoknya luar biasa, semua orang tahu dan mengakui ini, bukan rasa iri yang ada dalam diri gue. Malah, gue cenderung jadiin itu bahan renungan, contohnya kayak, “kenapa gue selalu jadi second lead ya?”

Dan jawabannya, ya karena gue melihatnya dari sudut pandang hidup dia. Bukan sudut pandang hidup gue.

Karena melihat orang lain seperti itu, gue jadi merendahkan diri sendiri, alhasil jadi nggak percaya diri dan sering merasa nggak pantas untuk siapapun, karena toh gue kan cuma pemeran pendukung? Cuma extra? Second lead? You name it.

Tapi kalau lagi pusing, pikiran negatif gue seringkali menang. Gini-gini, gue tetap manusia.

Seringkali, pikiran negatif yang muncul itu bikin gue seratus persen percaya kalau gue emang cuma pemeran pendukung di kisah orang yang super mulus. Jadi second lead yang bantuin pemeran utama dapatin apa yang dia mau, tapi gue malah berkorban. Jadi orang yang kerjaannya lihat kisah orang lain mulu. Dan jadi sering bertanya “orang lain mulu aku kapan?”

Gue pernah loh beberapa kali berkorban, meski bukan seperti skenario para second lead drama. Tapi yah, ya udah, sambil lewat aja dan lupa sendiri. Ikhlas sendiri pada akhirnya.

Tapi untuk para second lead, tenang…

Kalian bukan nggak dipilih. Tapi, di semesta mereka para pemeran utama yang mana kalian bukan lawan mainnya, memang kalian nggak akan terpilih. Karena mungkin, memang bukan kalian orangnya.

Bukan karena kalian nggak baik. Bukan karena nggak pintar. Bukan karena nggak cantik atau tampan. Tapi, ya mungkin memang bukan orangnya aja.

Jadi ibarat kata nih mau jungkir balik, sukses, berkarisma tinggi, juga nggak kepilih kalau bukan kalian orangnya.

Seperti Taesung, Sunjae, dan Im Sol contohnya.

Di semesta sebelum Im Sol tahu kalau dia bisa memutar waktu demi menyelamatkan Sunjae, Taesung adalah pemeran utamanya untuk hidup Im Sol. Tapi di hidup Taesung saat itu, Im Sol belum jadi pemeran utamanya.

Begitu juga dengan Sunjae di masa sebelum Sol memutar waktu. Bagi Sunjae, Sol adalah cinta pertamanya yang nggak akan dia lupakan sampai kapanpun. Tapi bagi Sol, nggak ada sama sekali Sunjae kecuali ketika Sunjae sudah menjadi Sunjae member Eclipse yang digandrungi banyak wanita.

Begitu juga dengan Taesung ketika Sol udah putar waktu. Saat itu, Sol lah pemeran utama yang dia suka, tapi dia bukan lagi yang disukai oleh Sol. Maka jadilah dia seorang second lead.

Jadi kesimpulannya? Mungkin..

Kita akan selalu menjadi second lead di hidup orang lain. Dan mungkin, ada orang lain yang juga hanya menjadi pemeran pendukung di hidup kita. Karena, cerita hidup kita ini, ya punya kita, dituliskan untuk kita. Dan kita yang berperan di sana.

Meskipun banyak hal lain yang gue lihat di luar sana dari hidup orang lain.. kuliah di luar negeri, punya pasangan super green flag, atau punya pasangan yang nggak sengaja mirip sama artis yang disuka, yang bikin gue selalu (tolong garis bawahi dan cetak tebal) berpikir bahwa gue hanyalah second lead, gue akan belajar memaknai:

bahwa sejatinya gue adalah pemeran utama di hidup yang gue jalankan dan sangat disayangkan kalau merasa bahwa kita hanyalah orang yang tidak terpilih karena satu dua orang mengabaikan ketulusan kita.

Meski begitu, pada setiap pertemuan si pemeran utama dan second lead.. Selalu ada hikmahnya.

Gue percaya akan hal ini. Mari kita ambil contoh dari Taesung lagi. Sebelum ketemu Sol masa depan, ada rumor katanya Taesung keluar dari sekolah. Tapi setelah ketemu Sol dari masa depan, hidup Taesung malah berangsur berubah jadi lebih baik. Meskipun harus dibarengi dengan dia yang merasa bahwa dia terlambat mencintai dan selalu mergokin mata Sol yang cuma tertuju ke Sunjae, setidaknya di kisahnya Taesung, di mana dialah pemeran utamanya, dan hanya ada Sol orang yang dia sukai, dia berhasil menjadi seorang detektif.

Gue pun merasa demikian. Berkat ketemu si A, si B, si X, si Y, hidup gue ada warnanya, ada pasang surutnya, ada eranya masing-masing, ada banyak hal yang bisa jadi bahan cerita untuk gue tuliskan di sini, gue bagikan ke orang lain atau hanya gue simpan di kenangan.

Rasanya, jadi second lead nggak selamanya buruk?

Meskipun bagi pemeran utama, yang membuat mata kita hanya tertuju ke mereka itu, kita bukan pilihan mereka dan kemungkinan besar nggak akan dipilih, rasanya nggak buruk kok menjadi seorang second lead. Ada banyak hal yang kita pelajari, kita jadikan bahan tertawa, bahan candaan, dan lainnya.

Mungkin inilah skenario sementara yang ditulis untuk kita sebelum nantinya Sang Penulis Kisah ini akan menampilkan lawan main untuk si second lead itu.

Maka lakukanlah hal yang kamu suka. Maka terus cintailah apa yang ingin kamu cinta.

Ingat, meski sakit, prinsip mencintai itu bukan harus terbalas. Cinta yang pasti akan berbalas itu adalah cinta kita kepada Tuhan. Ketika kita mencinta manusia memang nggak seharusnya berharap banyak kan? Seberapa keren sih manusia? Mereka membalas pun pilih-pilih.

Maka cukup cintai mereka, lalu nikmati hidup dan segala petualangannya itu. Kalau bukan kita yang dipilih, ya cukup ambil dan ingat hal baik yang paling membekas di memori.

Karena nanti, pada akhirnya lawan mainnya akan muncul sendiri. Dimunculkan lebih tepatnya.

Dan pada saat itu, kamu bukan lagi “hanya” menjadi second lead.

Semoga begitu.

--

--

Surinnari

“I think the moment when I stop pretending, will be the moment where I’ve accepted myself.” — Kevin Moon